Menghadapi Tantangan dalam Pembelajaran TIK

Belajar dan mengajarkan teknologi informasi dan komunikasi di sekolah memiliki tantangan tersendiri. Kadang kala tantangan tersebut memusingkan pikiran kita bagaimana seharusnya atau bagaimana caranya bila di lapangan sangat berbeda dari harapan kita. Dalam kesempatan ini, saya ingin berbagi pengalaman dan informasi mengenai tantangan saat saya memasuki dunia pembelajaran TIK di sekolah pedesaaan.
Tantangan Mengajar TIK
Help Me Computer!
Sumber Ilustrasi dari http://www.3dcolorboard.com/funny_computer-6.html
Beberapa waktu lalu setelah saya mendapatkan amanah untuk mengampu pembelajaran TIK pada kelas VII, VIII dan IX, saya menemukan banyak sekali tantangan dalam pembelajaran saya terhadap para siswa. Karena lokasi sekolah yang saya abdi berada di perkampungan yang cukup jauh dari kecamatan bahkan kota, maka tantangan itu lebih nampak terlihat ketika saya berhadapan dengan pengajaran TIK di sekolah. Sebagian besar para siswa masih memiliki keterbatasan pengetahuan dan pemahaman terhadap dunia informasi dan komunikasi bahkan saya teringat salah satu dari siswi saya pernah bertanya arti "Nasional" itu apa artinya/maksudnya.
Merakit Komputer
Merakit Komputer
Saat saya diberi amanah untuk mengajar TIK yang juga memiliki standar pembelajaran untuk tingkat mereka membuat saya pertama-tamanya merasa kebingungan. Beberapa tantangan yang saya pernah hadapi dalam pembelajaran TIK :
Merakit Komputer
Merakit Komputer II
  1. Masih Terbatasnya Pemahaman Kata dan Istilah Baru.
    Istilah-istilah asing atau menggunakan bahasa yang tidak umum dalam masyarakat menjadi kebingungan para siswa saya untuk mengerti dan membayangkan tentang apa hal tersebut.
  2. Masih Terbatasnya Media Informasi dan Komunikasi yang Dikenal.
    Tidak seperti siswa daerah pinggiran kota atau di kota yang para siswanya sudah cukup banyak berhadapan dengan teknologi termasuk teknologi informasi dan komunikasi dalam keseharian mereka. Siswa di daerah pedesaan atau perkampungan yang jauh dari kota. Hanya beberapa perangkat dan teknologi yang mereka kenal secara langsung seperti televisi. Sebagian lain hanya mereka dapatkan lewat televisi itu cerita-ceritanya. Setiap hal-hal baru saya akan menanyakan apakah mereka pernah berhadapan langsung atau mempergunakannya.
  3. Masih Merasa Khawatir.
    Seperti halnya sebagian dari kita yang mungkin juga pernah khawatir ketika awal-awal mempergunakan teknologi baru baik itu memegang dan mengoperasikan peralatan teknologi tersebut. Teknologi baru yang membawa peralatan-peralatan canggih dan mahal kadang membuat para siswa saya agak khawatir untuk menyentuh atau mempergunakannya. Mereka biasa atau bahkan tidak pernah sama sekali melihat apalagi mempergunakannya, sehingga kekhawatiran mereka muncul kalau-kalau barang-barang tersebut rusak ditangan mereka.
  4. Sangat Terbatasnya Akses Internet di Daerah Tersebut.
    Di sebelah kampung dari lokasi dimana sekolah saya berada hanya terdapat 1 tempat yang bisa dipergunakan untuk belajar komputer dan mengakses internet yaitu Warnet Plik yang memiliki 4 buah meja komputer beserta perangkatnya. Mereka perlu membayar Rp. 3000,-/jamnya baru bisa mempergunakan fasilitas tersebut. Kecepatan aksesnya pun tidak secepat smartphone sekarang ini, kadang bisa membutuhkan waktu 15 menit lebih untuk bisa membuka satu halaman. Karena hanya ada empat, maka seakan-akan penggunanya harus antri atau menunggu berjam-jam untuk bisa bergantian mengakses internet tersebut. Selain itu jaringan telepon dan internet Speedy-nya pun hanya terbatas di daerah perkotaan saja yang jaraknya lebih dari 20 km.
  5. Komputer hanya Cukup untuk 4 Orang dalam Satu Kali Jalan.
    Saya bersyukur karena adanya bantuan dari pihak pemerintah mengamanahkan beberapa buah komputer walaupun tidak seperti laboratorium komputer yang memiliki jumlah dan fasilitas standar, namun itu bagi saya sudah bisa untuk dimanfaatkan pada pembelajaran TIK.
  6. Fasilitas Listrik yang Sering Kali Terputus.
    Di sekolah, saya menemukan seringnya pemadaman aliran listrik terutama sewaktu pembelajaran saya membuat tidak bisanya menyalakan perangkat-perangkat komputer. Selain seringnya listrik padam, juga biasa saya temukan daya listrik rendah (spanning) dan ini juga menyebabkan perangkat tidak bisa dihidupkan karena daya listriknya tidak mencukupi biarpun perangkat elektronik lainnya suda dimatikan.
  7. Penyesuaian Pembelajaran dengan Materi Standar.
    Untuk kelas VIII mereka mendapatkan standar pembelajaran mengenai penggunaan Office dan kelas IX berkenaan dengan jaringan komputer dan internet.
Memasang Kabel Monitor
Memasang Kabel Monitor
Dari tujuh tantangan yang saya hadapi dalam pembelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi, saya mencoba beberap strategi pembelajaran untuk mereka agar bisa diharapkan lebih mudah dimengerti dan dipahami oleh para siswa tanpa kehilangan sebagian besar isi materi tingkat mereka. Berikut beberapa kegiatan yang saya lakukan dalam pembelajaran TIK :
Pengenalan TIK Langsung
Menikmati Hasil Perakitan Komputer
  1. Menggunakan Media Presentasi.
    Dengan adanya kepemilikan proyektor di sekolah, memberikan kesempatan kepada saya untuk bisa mempergunakannya dalam pengenalan TIK yang bisa para siswa lihat secara langsung dalam bentuk gambar atau bentuk grafis. Gambar atau grafis didapatkan saat berada dirumah atau tempat yang memungkinkan saya mengakses internet guna mendapatkan informasi yang lebih. Kemudian menyimpan gambar dan grafis yang terkait pembelajaran yang selanjutnnya bisa diproses secara offline.
  2. Membawa Langsung Peralatan TIK ke Dalam Kelas.
    Di kelas VII yang merupakan tingkatan pertama mendapatkan pembelajaran lebih berisi tentang sejarah dan pengetahuan umum mengenai TIK tersebut. Beberapa media pembajaran yang bisa dibawa langsung seperti kamera, handphone, radio atau peralatan yang bersifat portable. Saya membawa 1 computer set ke dalam ruang kelas untuk bisa mereka lihat dan sentuh langsung.
  3. Berhadapan Langsung dengan Perangkat Komputer.
    Pada kelas VIII, saya membawa 2 set komputer (1 untuk para siswa dan 1 untuk para siswi) yang saya bawa ke dalam ruangan. Para siswa diminta untuk memperhatikan bagaimana pemasangan komputer (CPU. keyboard, mouse, stavolt/ups, kabel) sehingga komputer bisa dihidupkan. Setelah melihat 1 hingga 2 kali, saya minta para siswa untuk berkelompok (1 kelompok putra dan 1 kelompok putri) untuk sama-sama menginstal dan melepas perangkat tersebut dan diulangi beberapa kali.
  4. Menenangkan Kekhawatiran Berhadapan Teknologi.
    Saya mencoba menerangkan dan mengarahkan kepada para siswa agar mereka tidak takut untuk berhadapan dengan teknologi, tidak rendah diri bila belum mengerti teknologi, karena teknologi tidak dimiliki dalam bentuk bendanya, akan tetapi dimiliki secara kemampuan menggunakannya. Saya sampaikan pula bahwa saya dan mereka (kita) tidak mesti memiliki teknologinya lebih dulu baru bisa mempergunakan.
  5. Praktek Mengunakan Komputer Bergantian.
    Seperti saya ceritakan sebelumnya bahwa jumlah komputer di sekolah saya belum bisa dijadikan sebagai laboratorium standar, saya mencoba tetap untuk mempergunakannya pada praktek agar para siswa mendapatkan pengalaman secara langsung berhadapan dan bekerja dengan komputer. Karena terbatas untuk 4 orang maksimalnya (kalau tidak dalam keadaan rusak), maka praktek pun cukup memakan waktu pertemuan yang panjang dan dilakukan secara bergantian oleh para siswa. Bila mereka mendapatkan giliran praktek, saya meminta 8 orang untuk berhadapan dengan komputer. Setiap mereka diarahkan untuk membawa buku pegangan dan catatan. Dari 8 orang, 4 orang yang mengoperasikan komputer secara langsung dan 4 orang menemani di samping. Selain untuk menunggu giliran selanjutnya, 4 orang pendamping itu merupakan sumber belajar bagi yang siswa yang sedang mengoperasikan. Mereka saya arahkan saling membantu mencarikan informasi dari buku pegangan atau catatan atau pula memberi tahu cara. Setelah selasai, maka 4 orang yang sudah membantu bergantian dengan 4 orang yang belum.
  6. Akses Internet dengan Modem Seluler.
    Beberapa tahun yang lalu internet sudah bisa diakses pada tingkat 3G melalui saluran penyedia jaringan seluler. Dengan itu mempermudah saya untuk bisa menampilkan secara langsung bagaimana akses internet dengan laptop mini yang saya miliki melewati proyektor. Para siswa dapat melihat dan mencoba beberapa waktu mengakses internet tersebut.
  7. Akses Internet dengan Handphone.
    Beberapa dari para siswa sudah memiliki handphone yang mendukung untuk tingkat akses internet EDGE dan 3G. Walaupun sekarang ini smartphone berhamburan dipasar dan toko eletronik, namun hanya sebagian kecil saja siswa memilikinya. Paling tidak mereka bisa mengerti cara mengakses internet dengan kemampuan fasilitas yang mereka miliki.
Dari beberapa potong cerita saya mengenai tantangan mengajar Teknologi Informasi dan Komunikasi semoga bisa menjadi manfaat bagi anda yang membacanya. Selamat berjuang!