Bijak dalam Mempergunakan Teknologi

Dari beberapa kasus yang pernah terjadi terkait media informasi dan komunikasi dalam kehidupan menimbulkan kekawatiran dan kecaman terhadap penggunaan media ini, khususnya media informasi dan komunikasi internet. Dari beberapa kasus, dapat dikelompokkan menjadi kasus perceraian, kasus penculikan, kasus penipuan, kasus penyesatan, kasus perselingkuhan, kasus pencabulan, kasus seks komersial, kasus penjualan narkoba dan kasus pencemaran nama baik.

Beberapa kalangan menduga dan beranggapan kasus-kasus tersebut dipicu oleh penggunaan media sosial dan situs-situs dalam dunia maya. Kita yang biasa mengkuiti berita-berita tersebut tentu bisa menilai bahwa semakin waktu ke waktu semakin bertambah banyak kasus-kasus serupa.

Jika boleh kita kaji sama-sama bahwa kasus-kasus kriminalitas yang dikelompokkan sebelumnya diatas tersebut terkait dengan dunia internet, bisa disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya. Lebih bijaknya kita tidak secara langsung mevonis bahwa "internet menjadi sumber masalahnya".
Berikut beberapa faktor yang coba saya ungkapkan dibagian ini :

A. Faktor Internal

1. Kurangnya Wawasan dalam Penggunaan Media TIK

Ketika masuknya era global ke tanah air menjadi titik awal kemajuan dalam bidang-bidang kehidupan masyarakat terlebih khusus pada bidang Informasi dan Komunikasi yang hingga saat ini sampai pada penggunaan media jaringan online internet. Dengan masukkan kemajuan tersebut, maka tentunya haruslah diimbangi dengan kemajuan dalam SDMnya secara khusus (bagian teknis) dan umum (masyarakat luas).

Pengetahuan dan wawasan masyarakat harus pula diupgrade untuk mengimbangi masuknya berbagai kemajuan tersebut. Pendidikan untuk menggunakan teknlogi dengan baik dan bijak perlu ditanamkan sejak usia dini.

Pada fakta-fakta yang terjadi di lapangan, dilematika ketika generasi ingin diajarkan tentang bagaimana menggunakan teknologi dengan bijak, orang tua - yang merupakan bagian terdekat dalam kehidupan mereka - belum sepenuhnya bisa mengajarkan teknologi karena mereka pun terbatas pula dalam bagaimana menggunakannya. Bisa jadi lebih tahu anak-anak mereka dibandingkan dengan orang tuanya. Begitu pula dengan keadaan guru-guru sekarang ini. Contoh kecil saja, yang lebih tua tidak mengerti tentang apa itu email, apa itu facebook, apa itu twitter. Sedangkan anak-anak lebih tahu dan bisa menggunakannya. Secara nyata anak-anak banyak lebih tahu dunia kemodernan dibandingkan orang yang lebih tua.

Selain itu, fakta yang juga ada terjadi ketika orang tua atau guru ingin mengendalikan para anak-anak mereka dengan pesatnya teknologi sekarang, mereka lebih banyak membatasi, melarang bahkan tidak mendukung sama sekali untuk menggunakan teknologi walaupun mereka mampu dan bisa mencapainya. Hal ini akan membentuk penjara yang di dalamnya ada rasa ingin tahu akan dunia luar yang semakin hari akan semakin bertambah. Sehingga bila suatu saat penjara tersebut jebol bisa membuat hal-hal yang diluar kendali.

Sebaiknya menurut pandangan pribadi saya, generasi perlu dibimbing, ditemani dan diarahkan serta berikan penjelasan yang easy listening kepada mereka agar mereka lebih mudah untuk tingkat pemahaman mereka. Apabila cara orang tua dan guru terlalu keras bisa mengakibatkan merapatnya pintu hati dan keterbukaan mereka terhadap orang yang lebih tua.

Untuk bisa membimbing dan mengarahkan anak didik, tentu orang tua mesti mau tetap belajar walaupun sedikit demi sedikit. Orang tua atau guru tidak mesti mengikuti life style perkembangan jaman yang semakin hari semakin berkembang dan tidak akan habis habisnya untuk diikuti dengan cara memiliki alat-alatnya. Yang paling penting adalah kemauan dan kemampuan yang harus tetap dimiliki oleh orang tua agar tidak ketinggalan kemajuan jaman. Jika kita tidak mampu membelinya, kita tidak harus. Tetapi bukan berarti tidak bisa mempergunakannya.

2. Kurangnya Mendapat Pendidikan Moral

Pendekatan moral, akhlak dan agama penting untuk diberikan kepada generasi. Bukan pengajaran moral dan akhlak namun lebih jauh dari itu yaitu pendidikannya. Orang tua dan guru memiliki peranan yang hampir mirip dalam pendekatan moral kepada anak didik. Keberhasilan pendidikan moral anak didik akan lebih baik lagi apabila kedua elemen ini (guru dan orang tua) bisa bekerjasama dan menjalin komunikasi pendidikan.

Ada 5 tipe guru yang saya klasifikasikan dalam pendidikan moral :
  • Guru Tipe 1
    Guru memberikan materi moral, cara penyampaiannya mudah, dan memberi tauladan.
  • Guru Tipe 2
    Guru memberikan materi moral, cara penyampaiannya mudah, namun tidak memberi tauladan.
  • Guru Tipe 3
    Guru memberikan materi moral, cara penyampaiannya kasar, namun memberi tauladan.
  • Guru Tipe 4
    Guru memberikan materi moral, cara penyampaiannya kasar, bahkan tidak memberi tauladan.
  • Guru Tipe 5
    Guru tidak memberikan materi moral, namun memberi tauladan.
Dari ke 5 jenis guru diatas semuanya tidak memiliki kelengkapan atau ideal bagi anak didik. Oleh karena itu guru perlu menjadi penyampai materi yang baik dengan bahasa yang mudah dipahami dan memberikan tauladan kepada mereka. Jika pun kita tidak bisa melengkapi untuk menjadi ideal, minimal berikan tauladan dan sampaikan dengan bijak.

3. Rasa Ingin Tahu, Motivasi dan Imajinasi yang Tidak Tersalur

Anak muda memiliki hormon yang pada masa pertumbuhan dan perkembangan menjadi dewasa akan memicu rasa ingin tahu yang besar dan semangat yang luar biasa. Banyak sekarang ini anak mudah terjebak dengan kelebihan yang sebenarnya hanya dimiliki oleh kaumnya saja dan tidak dimiliki oleh kalangan yang lebih tua. Rasa ingin tahu yang besar akan membawa anak muda menjadi berani  untuk mencoba hal-hal baru dan dianggap menantang.

Rasa ingin tahu tersebut menjadi motivasi yang kuat dan mereka mencoba berimajinasi dalam pencapaian kebahagian walaupun mereka tak tahu jalan mana yang akan (harus) dilalui. Anak muda memiliki ini merupakan kekuatan yang luar biasa.

Saat seperti ini apabila tidak ada kontrol dari dalam diri dan lingkungan sekitar, mereka akan lebih mudah terjerumus ke dalam liang hitam dengan penyesalan seumur hidup. Peranan orang yang lebih tua untuk membantu menyalurkan rasa ingin tahu mereka kepada hal-hal positif sangatlah diperlukan di waktu itu.

Larangan dan ancaman akan membuat mereka lebih nekad lagi untuk mencari tahu dan menebus rasa penasaran yang semakin kuat. Ini bukanlah solusi bagi mereka, yang diperlukan mereka adalah kawan untuk mencari tahu yang benar dengan cara yang baik dan jauh dari risiko.

4. Jauhya dari Kesibukan dan Kegiatan Positif

Waktu yang tidak efektif tanpa ada kegiatan dalam keseharian bisa mengarahkan seseorang untuk terisi imajinasi dan keinginan yang unik. Hal-hal yang diluar dari kesibukan bisa memunculkan ide-ide. Sayangnya ide-ide tersebut tidak selalu bersifat postif. Apabila waktu luang lebih banyak dibandingkan waktu sibuk (bekerja, belajar atau selain isitirahat) maka banyak pula waktu bagi ide-ide untuk bermunculan.

Kadang kala orang yang terbiasa melewatinya dengan postif, ide-ide mereka akan menjadi sebuah aktifitas sederhana hingga aktifitas sibuk. Dengan terisinya waktu untuk keaktifitas dan menyibukkan diri untuk tetap bergerak akan mengurangi hal-hal yang mengarah ke sisi negatif. Ini yang saya sebut ide yang tersalur. Ide muncul berproses dan menghasilkan manfaat.

Ini penting bagi kita untuk mengetahui bersama bahwa saat ide-ide muncul ke dalam pemikiran, jika tidak tersalur dalam bentuk aktifitas maka hanya tertambat dalam kepala. Semakin banyak tambatan pemikiran tersebut maka semakin besar bertambahnya beban pemikiran dan memungkinkan berujung stress atau depresi batin.

Kita sebagian ketahui bersama bahwa sebagian besar pelaku kriminalitas disebabkan oleh salah satu hal yaitu tidak punya kesibukan positif (pekerjaan positif) hingga membuat mereka menganggur dan menghasilkan aktifitas yang negatif.

5. Kurangnya Komunikasi Langsung dalam Masyarakat

Manusia hidung dalam lingkaran pribadi yang terikat dengan kehidupan orang lain. Disatu sisi dirinya perlu memikirkan diri sendiri namun pula ia sangat perlu untuk menjalinkan dirinya dengan lingkungan sekitar, termasuk masyarakat. Saling acuh tak acuh (apatis) menurunkan banyaknya komunikasi langsung di dalam lingkaran kemasyarakatan. Sekarang dengan majunya teknologi masyarakat terbawa arus komunikasi jarak jauh, sehingga yang tidak harus menggunakan alat telekomunikasi diambil alih sikap seperti itu. Berhubungan di dunia maya walaupun berdekatan rumah, berdekatan kamar. Aktifitas masyarakat yang layaknya seperti ini mengurangi komunikasi langsung (face to face) yang lebih terbuka dan bersahabat.

B. Faktor Eksternal

1. Mudahnya Mengakses Dunia

Dengan menggunakan berbagai perangkat, dunia internet sekarang menjadi lebih mudah. Bisa dengan menggunakan handphone, smartphone, tablet, laptop ataupun komputer tinggal dihubungkan dengan jaringan yang tersedia baik itu lewat wifi, kable internet, ataupun jaringan data seluler. Selain itu harga dari perangkat-perangkat keras diatas terjangkau dari kalangan atas hingga kalangan bawah dengan harga yang bervariasi. Sebut saja smartphone bisa dibeli dengan harga baru dibawah Rp 1.000.000 rupiah ataupun yang bekas dibawah Rp 500.000.

Di lokasi-lokasi umum pun sekarang juga tersedia jaringan internet wifi yang bersifat gratis seperti di lapangan kota, di alun-alun, di perkantoran, di cafe-cafe. Hanya saja jaringan tersebut dibedakan oleh kecepatan akses data saja. Hal ini tidak menjadi rahasia umum lagi apabila anak-anak bisa lebih menguasai penggunaan dari pada orang tua yang lebih banyak disibukan oleh pekerjaan dan waktu istirahat mereka.

Kemudahan ini satu sisi memberikan keuntungan atau manfaat yang besar kepada masyarakat luas, namun tidak bisa kita pungkiri bahwa di sisi lain juga terselip kerugian atau penyalahgunaan dalam penggunaannya.

2. Lingkungan yang Apatis dan Tertutup

Lingkungan yang apatis maksudnya adalah di lingkungan tersebut, masyarakatnya tidak ingin saling mencampuri urusan yang mereka anggap pribadi padahal merupakan permasalahan masyarakat itu sendiri. Ketidakpedulian (apatis) biasanya hidup dan berkembang dalam tatanan masyarakat kota, perkomplekan, apartemen dan lain-lain. Lingkungan yang apatis tersebut mencorakkan bahwa tidak terbentuknya komunikasi yang baik dalam lingkungan tersebut. Hasilnya, anggota masyarakat tersebut lebih memilih tertutup dan tutup mata atas apa yang terjadi di sekitarnya.

3. Hukum dan Norma Tidak Terpakai

Meskipun kebanyakan masyarakat yang kecil tumbuh dengan alunan hukun dan norma yang sangat dijunjung tinggi, akan tetapi ketika berhadapan dengan bertambahnya populasi hingga terbentu tatanan masyarakat kota yang lebih luas norma dan hukum sedikit demi sedikit terkikis oleh pergeseran waktu. Banyak adat, norma, aturan yang mulai diindahkan oleh kaum muda dan kaum tua pun tidak begitu ingin menegakkan karena terlalu banyak toleransi yang dikembangkan.

Dari kedua faktor di atas, kita perlu sama-sama mengkaji terhadap permasalahan yang bermunculan dalam kaitannya dengan penyalahgunaan media informasi dan komunikasi yang menyebabkan kejadian-kejadian yang tidak kita sama-sama inginkan.

Kita pun tidak bisa menyalahkan hanya dari satu sudut pandang hukum saja, tetapi perlu kita sama-sama juga mengkaji dan mengintrospeksi bersama. Apakah kesalahan bersumber dari :
  1. User (pengguna)
  2. Sistem dan Aturan
  3. Pendidikan
  4. Media itu sendiri
Sampai disini pembahasan mengenai teknologi, terima kasih sudah membaca dan semoga bermanfaat.